Friday, January 25, 2008

IT dan Pertanian (Bag. 1)

Zaman sudah semakin cepat dengan mengandalkan kemajuan dunia informasi. Namun sebuah fenomena yang ironis, banyak di antara kita yang masih meragukan keterkaitan antara dunia pertanian dan bidang IT. Seiring kemajuan dunia teknologi, sebagian masyarakat semakin menganggap sektor pertanian sebagai sektor yang pantas di pandang sebelah mata. Dunia pertanian merupakan sektor yang selalu identik dengan kemelaratan dan keterbelakangan yang semakin tertinggal jauh dari kemajuan teknologi mutakhir.

Eitts,, tunggu duluu…

Sebelum membahas lebih jauh, perlu kita ketahui bahwa sektor pertanian memiliki cakupan yang sangat luas. Bidang pertanian tak selalu identik dengan sabit, padi, dan sawah yang kotor penuh dengan lumpur. Jika kita menilik cakupan pertanian yang didefinisikan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai parameter pendidikan dan penelitian pertanian di Indonesia, pertanian memiliki cabang yang sangat luas. IPB mendefinisikan pertanian ke dalam 34 departemen (mayor) yang dimilikinya hingga kini. Secara garis besar, IPB mendefinisikan pertanian ke dalam 9 Fakultas yang meliputi: Fakultas Pertanian, Kedokteran Hewan, Perikanan, Peternakan, Kehutanan, Teknologi Pertanian, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ekonomi dan Manajemen, dan Ekologi Manusia.

Dari sana kita dapat memperluas mindset kita dalam memandang sektor pertanian. Hampir semua aspek kehidupan kita tidak dapat lepas dari sektor krusial ini. Dalam hal pekerjaan di bidang ini mencakup dari buruh tani, dokter hewan, arsitek lanskap, hingga pengolah pasca panen yang ke mana-mana selalu mengenakan jas rapi berdasi. Bahkan sektor IT memiliki kaitan yang cukup erat dan sumbangsih yang tidak dapat disepelekan bagi perkembangan teknologi pertanian modern. Oleh karenanya salah satu departemen yang dimiliki IPB adalah departemen Ilmu Komputer sebagai pengampu mayor Ilmu Komputer.

Sebagian diantara kita masih banyak yang terjerat oleh mindset bahwa seorang petani adalah orang yang pekerjaannya menanam padi di sawah. Ini merupakan fenomena yang harus diluruskan. Dalam cara pandang modern, orang yang memiliki pekerjaan seperti itu adalah buruh tani, bukan petani. Yang dimaksud petani adalah bosnya. Adapun fenomena yang ada di Indonesia bahwa seorang petani yang memiliki sepetak sawah sempit dan mengelolanya dan menggarapnya sendiri, itu juga masih dapat disebut seorang petani. Yang menjadi dilema minimnya pendapatan petani yang demikian ini adalah masalah transformasi penelitian ke petani tersebut. Transformasi dari pihak peneliti ke kalangan petani masih banyak mengalami hambatan.

No comments: